Rabu, 16 Maret 2011

VISI DAN MISI (2)

VISI  : SEKELUARGA, SEHATI & SESAUDARA
MISI : MENJAGA SILATURAHMI PENGGEMAR SEPEDA KUNO


Gb 21
Sedjoli Mengenang Romantisme dan Patriotisme.
Kesibukan harian membuat anda hanya punya akhir pekan untuk melepas penat. Kemudian anda memutuskan jalan pagi disekitar Taman Bungkul dan Taman Surya Surabaya.Maka kalau tidak salah mata anda akan terantuk pada puluhan sepeda kuno yang terparkir diseberang jalan Taman Bungkul Surabaya.Beberapa diantara mereka berpakaian layaknya "meneer" dengan memakai topi Belanda jaman Kolonialisasi dulu. Sebagian lagi memakai blangkon.

Ya, anda baru saja menemukan komunitas yang menamakan diri Paguyuban Sedjoli (Sepeda Kuno Jowo Asli). Disebut demikian karena mereka berromantisme dengan masa lalu. Dimana sepasang sedjoli masih mengendarai sepeda kumbang saat Surabaya belum sesak oleh polusi.

Mereka memang ingin menyampaikan pesan hidup sehat denga cara memakai sepeda (yang kebetulan kuno). Selain lebih hemat, ramah lingkungan, tentunya nyentrik. Minimal begitulah menurut para Sedjolimania, “Dengan bersepeda otot kita terus bergerak, sehingga kesehatan tubuh pun terjaga”.

Sedjoli sendiri sejauh ini dihuni oleh 58 anggota. Ada kemungkinan angka tersebut bertambah. “Kami baru mulai setahun ini. Tepatnya sejak 16 Maret 2008,”terang Adi Ketua Umum Sedjoli”.

Bagi Adi, banyak hal menarik yang didapatkan dari bersepeda kuno. Melihat sepeda kuno saja rasanya hati terpuaskan apalagi saat mengendarainya. Untuk itu, meraka berburu sepeda kuno ke luar kota, seperti ke kediri yang memang ada pasar sepeda kunonya.

Soal harga sepeda-sepeda ini pun dapat membuat anda kaget. Sepeda kuno yang antik bandrolnya bisa mencapai 30 jutaan. “Tapi yang harga segitu anggota kita nggak ada yang punya, paling banter disini yang seharga tujuh jutaan rupiah”, terang Adi yang penampilannya , mirip Dr. Soekarwo, Gubernur Jatim ini. Tentu saja bagi Sedjolimania, kepuasan bukan terletak pada mahal atau tidaknya material sebuah sepeda, tapi pada cara mereka mencintainya.

Komunitas yang sekretariatnya berada di Jl. Tanah Merah No. 66 (Bakso Manalagi) dan Jl. Randu 10 (Nasi Goreng Sedjoli) Surabaya ini terlihat guyub walau sebagian diantara anggotanya sudah mencapai usia setengah abad. Mereka sering bertukar cerita, bukan saja tentang sepeda kuno, tapi juga bisnis sehari-hari. Kata Adi, anggota Sedjoli berasal dari berbagai kalangan. “Ada yang penjual tempe, pedagang kaki lima, tukang bakso, tukang las, tukang batu ada yang instansi pemerintah, dll. Kami diikat dengan rasa yang sama”.

Pada dasarnya, Paguyuban Sedjoli ingin melestarikan sepeda kuno yang kini mulai langka di dunia. “Kami juga ingin mengenang Patriotisme dan Nasionalisme seperti pada saat sepeda-sepada seperti ini berjaya di tanah air,” ujar Adi menerawang ke Indonesia di tahun 1950-an. Pernyataan Adi langsung diamini kawan-kawan Sedjoli lain.

Diantara keunikan Sedjoli lainnya adalah kostum yang dikenakan pada acara-acara resmi atau saat menghadiri undangan dari pihak lain. Mereka akan memakai busana jawa lengkap : blangkon, baju lurik, plus celana tiga perempat yang biasa digunakan masyarakat Jawa Tradisional dan baju sang Proklamator Bung Karno.

Melihat mereka, kita memang akan diingatkan dengan romantisme Jawa masa silam dan Pejuang Bangsa tempo dulu. Sebagai contoh pelestarian budaya yang unik dari Sedjoli.
Ashiiiick